Sabtu, 04 April 2009


MI Tanggel Winong Pati Mengeluh
Kalau dilihat sekilas, madrasah kami ini seperti bedeng (rumah gubug di perkebunan karet). Bagaimana tidak, coba lihat saja pada gambar tersebut seperti berada di lingkungan perkebunan dengan halaman masih berupa tanah kuning. Apalagi bangunannya yang hanya terdiri dari 1 gedung untuk 3 ruang, betul-betul membuat madrasah ini bagaikan bedeng di tengah hutan.
Namun siapa disangka jika prestasi anak-anak kami patut dibanggakan. Dengan serba keterbatasan sarana dan prasarana, dengan keterbatasan informasi dan keterbatasan dana operasional ternyata masih mampu mengantarkan anak-anak didik kami mencapai prestasi yang bisa dikatakan gemilang untuk di lingkungan SD/MI.
Bayangkan saja rata-rata gaji guru kami adalah 150 ribu perbulan. Biaya operasional kami dalam setahun terakhir hanya 22 juta rupiah. Suply dari BOS sekitar 10 juta dalam setahun (mengingat jumlah siswanya yang sangat minim). Bayangkan saja bagaimana minimnya sarana dan prasarana kami.



Hal ini masih diperparah dengan kondisi anak yang pada umumnya ditinggalkan oleh orang tuanya. Mereka dititipkan pada nenek-nenek mereka yang sebagian besar adalah orang yang hanya tamatan SR atau bahkan tidak tamat dan tidak pernah sekolah. Ditambah lagi kondisi ekonomi mereka menengah ke bawah. Bisa dibayangkan bukan bagaimana beratnya kami harus berjuang untuk mencerdaskan anak-anak didik kami.
Namun kesemua tersebut bukanlah halangan kami untuk membantu anak-anak didik kami. Kami tetap berkeyakinan dengan mengambil itibar "batu yang tertetesi air, lama kelamaan akan menimbulkan lubang". Itulah motivasi kami sehingga pada akhirnya usaha kami mulai membuahkan hasil yaitu pada 3 tahun terakhir rata-rata hasil ujian akhir selalu di atas angka 7. Pada UASBN tahun kemarin saja rata-rata anak kami adalah 7,98. Jika dibandingkan dengan anak SDN dilingkungan kecamatan kami, tentu saja kami jauh unggul. Ya kalau dihitung antara untung rugi tentu negara rugi dengan membayari SDN.
Bandingkan saja kami hanya mendapat 10 juta dari BOS dan bantuan 1 guru PNS, sedangkan dari SDN mayoritas adalah PNS dan mendapat BOS rata-rata 30 juta rupiah dalam setahun, nah seharusnya mereka mencapai nilai 3 kali lipat yang kami capai to? Pada kenyataannya banyak sekali SDN yang nilainya jauh di bawah kami. Ah tapi yang membuat kami tak habis pikir setiap ada perlombaan kok selalu dimenangkan SDN ya? Padahal pada setiap tes, ujian, uji coba kami sering di atas mereka.
Ya sangat ironis sekali jika madrasah kami harus tersisih lantaran tidak lulus akriditasi sebab kurangnya sarana dan prasarana. Ya mau bagaimana lagi, memang sarana dan prasarana itu membutuhkan biaya yang cukup besar. Untuk membuat 1 ruang saja dengan ukuran standar setidaknya harus menyediakan dana sebesar 80 juta rupiah. Wow itu kan dana untuk hidup kami selama 3 tahun. Lalu mau bagaimana ? Minta bantuan pada pemerintah disyaratkan jumlah siswa yang besar.
Mau melengkapi administrasi pendidikan ? Ya kapan waktunya jika para guru kami harus mencari biaya hidup mereka di luar jam sekolah. Padahal administrasi pendidikan sekarang sangat banyak dan terkesan tidak efisien. Ya kalu dikerjakan di sekolah, kapan mereka akan mengajar ? Waduh pusing .......... pusing ....... Ya kalau aja ada orang dermawan yang kemudian dengan tiba-tiba menstransferkan dana yang cukup besar ke rekening kami ya mungkin madrasah kami akan mengalami prestasi yang jauh lebih baik.
Ya setidaknya dapat digunakan untuk membayar gaji guru sebagai ganti lembur membuat admninistrasi pendidikan atau untuk pembangunan gedung maupun pemenuhan perpustakaan, laboratorium, sarana ibadah, mck .... lho kok banyak amat sih ? Ya memang kenyataannya itu semua masih kurang mau biilang apa ......... ?