Sabtu, 24 Oktober 2009

Mapel PAI di sekolah yang hanya 3 jam dalam seminggu apakah akan mampu membawa anak pada tujuan keagamaan yang dikehendaki ? Sebenarnya, jika melihat realitas saat ini, sekolah belum melengkapi kebutuhan si anak didik. Terutama dalam rangka memberikan pembelajaran tentang karakter atau pribadi muslim yang sempurna. Apalagi hanya 3 jam pelajaran yang diberikan, tentu sangat kurang. Apalagi jika ada kendala teknis seperti mutu guru PAI yang kurang profesional dan cara penyampaian yang kurang efektif. Bisa dibilang, pembelajaran PAI dengan 3 jam pelajaran tidak ada pengaruhnya ke anak didik.
Karena itu, sekolah bisa menyiasati permasalahan ini dengan membuat sebuah sistem PAI terpadu. Yakni, guru me-manage pola asuh anak didik dengan sebaik-baiknya. Guru ikut memantau anak didik, tidak hanya di sekolah, tetapi di rumah dan di masyarakat. Aplikasi dari konsep ini, ketika guru ingin melihat bagaimana kebiasaan anak didik saat pagi hari. Begitu selesai salat subuh, guru bisa menelpon anak didik untuk dicek. Tidak perlu setiap hari. Jika perlu, jadikan program pekanan dengan agenda menelpon 5-8 anak setiap pekan. Sedangkan bentuk pemantauan di masyarakat, dengan membuka komunikasi pada orang tua anak didik. Dengan begitu, guru bisa mengetahui kebiasaan dan teman-teman bermain anak didik ketika di rumah.

Namun apakah semua guru PAI di sekolah bersedia memantau aktifitas anak didiknya di luar jam sekolah. Apalagi bagi anak yang ditnggal merantau oleh orang tuanya, apakah para guru PAI akan siap dengan sukarela memantau anak didiknya?
Mungkin hal inilah yang menyebabkan Depag tetap mempertahankan madrasah di bawah naungan depag ketika diminta oleh dinas pendidikan nasional. Salah satu sisi mungkin depag berusaha tetap mempertahankan sisi keagamaan dari madrasah.
Itulah nasib pelajaran agama Islam saat ini, bagai buah simala-kama.