Selasa, 14 April 2009

Pemilu Oh Pemilu
Hari penyontrengan untuk pemilu legislatif telah berakhir tanggal 9 April kemarin. Pemilu legislatif tahun ini menorehkan kenangan yang cukup mendalam bagi kami. Hal ini dikarenakan pemilu tahun ini benar-benar berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya.
Kalau pada pemilu sebelumnya digemparkan dengan pesta kampanye yang menggelora namun pada tahun ini kampanye terasa sepi di kota kami. Tidak ada yang namanya kampanye pengerahan masa besar-besaran. Tidak ada lagi kampanye keliling kota beramai-ramai. Karena apa kami juga tidak tahu mengapa para partai politik mengambil cara lain untuk manarik simpati masa.
Satu hal yang kami rasakan adalah banyaknya caleg yang menawarkan bantuan kepada lembaga-lembaga, tidak ketinggalan pula kami juga mendapat banyak penawaran. Aneh ya, padahal kami hanyalah lembaga kecil tapi banyak juga caleg yang menawarkan bantuan. Tapi bagaimanapun juga kami harus selektif dan memperhitungkan sumber bantuan tersebut, jangan sampai kami mengajukan lebih dari 1 bantuan kepada sumber anggaran yang sama melalui 2 perantara yang berbeda, sangat riskan.

Disamping itu kami juga harus memperhitungkan kemungkinan dukungan kepada caleg tersebut, apa benar caleg tersebut kompeten untuk didukung atau tidak. Tidak jarang juga ada lembaga yang rela memberikan DP terlebih dulu asal nantinya mendapat bantuan yang cukup lumayan. Ya mungkin lembaga-lembaga tersebut tidak memikirkan apa dibalik penawaran tersebut, sebab demam proposal bantuan sudah berkobar sejak awal tahun 2008 dan terus meningkat sampai akhir 2008 bahkan terus meningkat pada awal 2009. Tapi apa mau dikata uang sudah lepas tak mungkin kembali, apalagi ternyata bantuan-bantuan tersebut banyak menuai masalah. Bantuan dari APBD I Jawa Tengah misalnya, ternyata banyak yang dipending bahkan cancel, ya mungkin saja ada .......... ya gitulah.
Awal tahun 2009 para balon caleg sudah mulai menonjolkan suara, tidak sedikit pula para dewan yang meluncurkan proposal untuk dicairkan pada bulan Maret. Tapi nyatanya dipending ndak jadi keluar, ha ... ha ... ha ... akhrnya banyak dewan yang kelimputan karena misi untuk cari dukungannya gagal. Bagaimana mau percaya dapat bantuan kalau belum ada ditangan.
Situasi semakin menarik ketika waktu penyontrengan sudah semakin dekat. Para caleg berlomba-lomba menarik simpatisan dengan membagi-bagikan bantuan. Ada yang berupa sembako, uang, kaos dan sebagainya. Mereka sudah terhasut dengan suara dari masyarakat yang sudah terbiasa dengan suasana pilkades "ora duit gak milih" (jika tidak ada uangnya tidak akan memilih). Ya mau bagaimana lagi akhirnya siapa yang uangnya besar itulah yang akan dipilih. Bahkan kader-kader PKS yang disuarakan mengharamkan membagikan uang, nyatanya juga harus ikut membagikan uang juga. Kalau tidak, ya bagaimana bisa dapat suara.
Bahkan penulis sendiri yang tidak tahu apa-apa juga dapat kebagian amplopnya, he .. he .. tapi untungnya tidak ketemu langsung jadinya tidak merasa bersalah kan kalau tidak pilih dia. Dari kondisi seperti inilah kemudian ada istilah "katanya suara rakyat adalah suara Tuhan, tapi nyatanya suara rakyat adalah suara setan".
Terang saja kami tertawa lantang mendengarnya apalagi hal tersebut disampaikan oleh para caleg yang kalah dalam pemilu.
Ya langsung saja kami sambangi kalau stres gak perlu pergi jauh-jauh ke RSJ, datang saja kepada kami kami punya segudang tips untuk stres.